15 Agustus 2011

Backpacking ke Guangzhou,it's FREE!!!!


Berawal dari berkunjung ke salah seorang anggota keluarga yang sedang menderita penyakit. Saat itu masih dalam suasana Lebaran, jadi kami sekeluarga bersilaturahim ke rumah beliau. Disana paman saya banyak berkonsultasi mengenai penyakit yang beliau derita kepada saya. Dan saya menjelaskan kepadanya dengan penjelasan sebatas pengetahuan saya dalam tinjauan medis namun tetap bahasa awam. Ternyata beliau sangat puas dengan penjelasan saya tersebut. Diluar dugaan, beliau menawarkan untuk menemaninya berobat di China, tepatnya Propinsi Guangdong, Kota Guangzhou (Kanton). Saya menerimanya dengan senang hati, karena kebetulan waktu yang ditawarkan beliau ketika saya masih belum masuk perkuliahan.
Beberapa minggu kemudian visa kami pun keluar, dan akhirnya kami berangkat. Kami berangkat bertiga, paman bersama istrinya berangkat dari Mataram, sedangkan saya dari Makassar. Kami bertemu di Jakarta yang selanjutnya menuju Guangzhou. 
Perjalanan ini memang bukan pertama kalinya saya keluar negeri, namun ini merupakan perjalanan pertama saya ke negara yang membutuhkan visa untuk masuk. Lima jam perjalanan pun kami lalui, dan kami pun langsung dijemput oleh tim dari rumah sakit tempat paman saya berobat. Memang, sebenarnya perjalanan ini bukan untuk senang-senang, tapi apapun namanya saya berusaha membuatnya menjadi seru. 
Di Guangzhou, awalnya saya berkelana kota seorang diri dengan modal Bahasa Inggris yang sangat pas-pasan. Akan tetapi, setelah beberapa hari disana, saya mendapat seorang kawan yang merupakan warga negara China asli, Chun namanya. Kami berkomunikasi dengan Bahasa Inggris yang sangat kurang, saya setengah-setangah, dia bahka seperempat kemampuan bahasa asingnya.
Pernah saya naik bus seorang diri, hingga keluar dari kota. Saat itu sudah malam, sekitar pukul 8-9 malam. Sempat takut-takut juga sih, tapi untung Guangzhou merupakan kota yang sangat aman dan transportasinya jelas (tapi tulisannya sangat tidak jelas bagi saya).Saya kembali kerumah sakit (kami tinggal dirumah sakit) dengan menggunakan taxi. Sebenarnya saya orang yang sangat anti naik taxi, karena saya menganggap ketika naik taxi, saya kalah. Akan tetapi keadaannya saat itu mengharuskan saya kembali dengan segera.
Pengalaman unik saya yang lain adalah ketika shalat Jumat di negeri komunis ini. Untuk menemukan masjid disana sebenarnya tidak terlalu susah, karena cukup mencolok dan sebagai salah satu tempat wisata. Saya dipandu oleh seorang warga negara keturunan Afrika yang kebetulan ingin menunaikan Shalat Jumat juga.
Ternyata banyak juga umat muslim di Guangzhou, dengan ras dan kebiasaan yang sangat berbeda dengan di Indonesia. Aksen bacaan-bacaan dan adzan yang cukup berbeda pula. Seusai shalat, saya menemukan penjual makanan-makanan halal disekitar masjid. Dan herannya pula, selama berhari-hari saya di Guangzhou, baru kali ini saya mendapati pengemis. Biasanya kalau di Indonesia ras keturunan Indonesia ini hidup di atas rata-rata, namun disini saya menemukan sebaliknya.

Pengalaman unik lainnya yaitu ketika saya berjalan seorang diri menuju bukit dibelakang rumah sakit. Awalnya saya mengira bukitnya kecil dan tidak terlalu tinggi. Ternyata muda-muda begini, hampir kolaps saya dibuatnya. Mata saya terbelalak heran ketika mendapati banyak para lansia dengan santainya mendaki dan bermain kartu, mahjong, senam, dan olahraga ringan di atas bukit. Saya jadi malu sendiri dibuatnya. 
Kebiasaan bagi lansia di China ini, ketika menjelang maghrib, mereka terbiasa untuk melakukan kegiatan seperti senam (tai chi). Disini warganya jarang menggunakan kendaraan untuk memobilisasi barang meskipun dalam jumlah yang banyak, mereka menarik sejenis gerobak. Setiap orang pun biasanya membawa sejenis kereta dorong, untuk membawa barang-barangnya. Karena mereka memang terbiasa untuk berjalan kaki. Mungkin disebabkan kerja yang berat tersebut, porsi makan disini sebanyak 2-3 kali rata-rata porsi makan orang Indonesia.
Kami kembali ke Indonesia satu minggu lebih cepat dari jadwal, karena ada kegitan di Indonesia yang harus segera kami hadiri. Kami berpisah di Jakarta, mereka ke Mataram dan saya kembali ke Makassar. Di Makassar, walaupun hanya sempat mendatangi satu rangkaian terakhir dari kegiatan Triple Ten Day, Tim Bantuan Medis Calcaneus FK Unhas,  saya cukup puas.
Semua akomodasi, mulai transportasi dari Makassar hingga kembali ke Makassar, dan makanan serta tempat tinggal saya ditanggung.
Sekian pengalaman mengenai perjalanan gratis saya, semoga bisa bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar