19 Desember 2011

..(Lanjutan) Seoul, My Soulmate!

...di KFC Bandara Incheon (baca:Incon) ini, hanya satu pelayannya, yang merangkap sebagai kasir dsb. Mungkin karena tengah malam pikirku. Namun tetap saja, kok single fighter gini. Ada dua hal yang buat saya cukup tercengang, pertama: pelayannya ini lumayan lancer bahasa Inggris, tidak seperti saat saya di China, kaum terpelajarnya aja lari waktu saya Tanya alamat, karena tidak bias bahasa Inggris. Yang kedua, sampah kita sendiri lho yang buang. Jadi sisa makanan yang kita makan, buang sendiri di tempat sampah yang telah disediakan. Namanya juga koasbalabal katrok, heran liat beginian, he….
Ada juga peristiwa yang cukup unik kami temui di bandara ini, yaitu saat sebuah travel bag  yang tidak diketahui pemiliknya. Pihak keamanan setempat yang dipersenjatai lengkap+rompi, langsung memagari dengan sejenis police line ,sepertinya mereka mencurigai tas tersebut berisi bahan peledak, alias bom (-.-’). Lebay juga seh menurut saya, tapi gara-gara fobia yang mulai merebak dalam satu decade ini mengenai teroris, yahh bolehlah.
Akhirnya waktu semakin larut, kak Husni dkk mulai terlelap, ada yang tertidur di kursi panjang, ada yang tidur melantai dengan sleeping bag. Saya bersama teman satu pesawat yang juga orang WNI, ngobrol-ngobrol mengisi malam yang sejuk di Incheon, Kota Seoul. Namanya Deni Lee (nama sebenarnya lho!), dia seorang fotografer, dan sudah kenyang bangetlah di dunia foto-fotoan. Mas Deni (wong Jowo, jadi pake “mas”) ini rencananya mau lanjutin study S2nya di Seoul. Coba saya bukan koas, saya lanjutin disini juga maunya.
Dalam terjaga malamku ini, saya mencoba menghirup udara asli korea, yang katanya mulai masuk musim semi. Dan benar, sejuk lhooo!!! Seger!! Heeee… namanya juga koas tradisional, yang beginian g pernah dibayangin bias disedot. Jepret sana sini.walopun uda jelas-jelas g bakal keliatan di foto, wong pakai kamera hp yang blitznya juga pas-pasan jangkauannya. Tapi biarlah, lumayan buat jadi kenang-kenangan kalo nantinya semakin jatuh miskin, setidaknya masih bisa liat sisa kejayaanku.
Matahari dari belahan utara bumi ini pun mulai menyembul. Serasa berada di planet yang berbeda (^.^) Sulit digambarkan, hanya bias dirasakan, dan mungkin hanya saya yang menikmati keadaan ini saat itu. Kami berangkat menuju penginapan menggunakan MRT. MRT disini dikelola oleh beberapa perusahaan yang berbeda, ada Korail, dsb (lupa).
Sesampai di stasiun, kamu dijemput oleh pemilik penginapan, mengingat tempat penginapan kami jika baru pertama kali, akan susah menemukannya, agak nyempil¸
Hari-hari kami di Seoul kami isi dengan berbagai macam kegiatan, dari sauna ala korea,makan di tempat pembuatan film korea, spot-spot shooting film korea, mengunjungi stadion sepak bola Seoul FC (yang bajunya mirip AC Milan dan Persipura), hingga makan cumi+ikan mentah dan hidup. Tentu saja, shooping dan nongkrong+ngopi sambil menikmati indahnya alunan musik jalanan ala mahasiswa kesenian uiversitas setempat.
Disini kami bertemu dengan orang korea yang pernah mengunjungi Kota Makassar,bahkan kami ditraktir makanan khas Korea Selatan. Saya sendiri mengunjungi kawasan rumah asli Korea Selatan, yang ditemani oleh dahulunya adalah para pekerja asal Indonesia dan kini telah menjadi warga Negara Korea Selatan dan menikah dengan orang korea asli.
Kami juga mengunjungi Seoul Tower, disini para pasangan menggantung gembok yang telah dituliskan kata-kata cinta para pasangan tersebut. Ada yang digantung menyerupai pohon cemara, ada yang hanya digantung biasa. Dihibur oleh penampilan para penyanyi asal Meksiko, dan herannya, alunan nada salah satu lagunya sama persis dengan lagu dangdut dari Indonesia. Saya sendiri tidak tahu siapa yang meniru siapa, yang jelas nada sama persis, hanya lirik yang sangat berbeda.
Kami mengunjungi istana-istana,tempat-tempat unik dan berbagai macam khas Korea Selatan. Namun yang membuat perjalanan ini nikmat adalah bagaimana saya bias mengamati detail-demi detail perjalanan. Mulai dari melihat visa Korea Selatan tertempel di pasporku, menginap di Bandara Ngurah Rai Bali yang saya dikira seorang TKI, bertemu dengan WNI lain di pesawat dan menjadi sahabat hingga sekarang, meng-akali (Makassar: cara kalasi-kan) petugas bandara agar carrierku tidak masuk bagasi (kalau masuk bagasi, akan kena tambahan biaya lagi),terlunta-lunta di Bandara Juanda saat pulang, karena belum punya tiket Surabaya-Mataram.
Oh iya, saat di imigrasi Bandara Incheon, satu kata pun tidak ada yang keluar dari mulut petugas imigrasi bandara tersebut, sangat berbeda dengan petugas imigrasi di Surabaya. Heran, padahal saya berasala dari salah satu Negara yang orang bilang “sarang” teroris, namun di negeri sendiri saya seperti teroris. Satu lagi, ternyata warga Korea Selatan juga pemegang paspor  hijau lho, sama seperti Indonesia.
Mungkin ada beberapa penyampaian yang kurang berkenan, ataupun dari bahasa yang tidak sesuai. Hal ini bukan asal-asal, hanya saja abal-abal, selamat berkoas!