...di KFC Bandara Incheon (baca:Incon) ini, hanya
satu pelayannya, yang merangkap sebagai kasir dsb. Mungkin karena tengah malam
pikirku. Namun tetap saja, kok single
fighter gini. Ada dua hal yang buat saya cukup tercengang, pertama:
pelayannya ini lumayan lancer bahasa Inggris, tidak seperti saat saya di China,
kaum terpelajarnya aja lari waktu saya Tanya alamat, karena tidak bias bahasa
Inggris. Yang kedua, sampah kita sendiri lho yang buang. Jadi sisa makanan yang
kita makan, buang sendiri di tempat sampah yang telah disediakan. Namanya juga
koasbalabal katrok, heran liat beginian, he….
Ada juga peristiwa yang cukup unik kami temui di
bandara ini, yaitu saat sebuah travel bag
yang tidak diketahui pemiliknya.
Pihak keamanan setempat yang dipersenjatai lengkap+rompi, langsung memagari
dengan sejenis police line ,sepertinya
mereka mencurigai tas tersebut berisi bahan peledak, alias bom (-.-’). Lebay juga seh menurut saya, tapi gara-gara
fobia yang mulai merebak dalam satu decade ini mengenai teroris, yahh bolehlah.
Akhirnya waktu semakin larut, kak Husni dkk mulai
terlelap, ada yang tertidur di kursi panjang, ada yang tidur melantai dengan sleeping bag. Saya bersama teman satu
pesawat yang juga orang WNI, ngobrol-ngobrol mengisi malam yang sejuk di Incheon,
Kota Seoul. Namanya Deni Lee (nama sebenarnya lho!), dia seorang fotografer,
dan sudah kenyang bangetlah di dunia foto-fotoan. Mas Deni (wong Jowo, jadi
pake “mas”) ini rencananya mau lanjutin study S2nya di Seoul. Coba saya bukan
koas, saya lanjutin disini juga maunya.
Dalam terjaga malamku ini, saya mencoba menghirup
udara asli korea, yang katanya mulai masuk musim semi. Dan benar, sejuk
lhooo!!! Seger!! Heeee… namanya juga koas tradisional, yang beginian g pernah
dibayangin bias disedot. Jepret sana sini.walopun uda jelas-jelas g bakal
keliatan di foto, wong pakai kamera
hp yang blitznya juga pas-pasan jangkauannya. Tapi biarlah, lumayan buat jadi
kenang-kenangan kalo nantinya semakin jatuh miskin, setidaknya masih bisa liat
sisa kejayaanku.
Matahari dari belahan utara bumi ini pun mulai
menyembul. Serasa berada di planet yang berbeda (^.^) Sulit digambarkan, hanya bias
dirasakan, dan mungkin hanya saya yang menikmati keadaan ini saat itu. Kami berangkat
menuju penginapan menggunakan MRT. MRT disini dikelola oleh beberapa perusahaan
yang berbeda, ada Korail, dsb (lupa).
Sesampai di stasiun, kamu dijemput oleh pemilik
penginapan, mengingat tempat penginapan kami jika baru pertama kali, akan susah
menemukannya, agak nyempil¸
Hari-hari kami di Seoul kami isi dengan berbagai
macam kegiatan, dari sauna ala korea,makan di tempat pembuatan film korea,
spot-spot shooting film korea,
mengunjungi stadion sepak bola Seoul FC (yang bajunya mirip AC Milan dan
Persipura), hingga makan cumi+ikan mentah dan hidup. Tentu saja, shooping dan
nongkrong+ngopi sambil menikmati indahnya alunan musik jalanan ala mahasiswa
kesenian uiversitas setempat.
Disini kami bertemu dengan orang korea yang
pernah mengunjungi Kota Makassar,bahkan kami ditraktir makanan khas Korea
Selatan. Saya sendiri mengunjungi kawasan rumah asli Korea Selatan, yang
ditemani oleh dahulunya adalah para pekerja asal Indonesia dan kini telah
menjadi warga Negara Korea Selatan dan menikah dengan orang korea asli.
Kami juga mengunjungi Seoul Tower, disini para
pasangan menggantung gembok yang telah dituliskan kata-kata cinta para pasangan
tersebut. Ada yang digantung menyerupai pohon cemara, ada yang hanya digantung
biasa. Dihibur oleh penampilan para penyanyi asal Meksiko, dan herannya, alunan
nada salah satu lagunya sama persis dengan lagu dangdut dari Indonesia. Saya sendiri
tidak tahu siapa yang meniru siapa, yang jelas nada sama persis, hanya lirik
yang sangat berbeda.
Kami mengunjungi istana-istana,tempat-tempat unik
dan berbagai macam khas Korea Selatan. Namun yang membuat perjalanan ini nikmat
adalah bagaimana saya bias mengamati detail-demi detail perjalanan. Mulai dari melihat
visa Korea Selatan tertempel di pasporku, menginap di Bandara Ngurah Rai Bali
yang saya dikira seorang TKI, bertemu dengan WNI lain di pesawat dan menjadi
sahabat hingga sekarang, meng-akali (Makassar: cara kalasi-kan) petugas bandara
agar carrierku tidak masuk bagasi
(kalau masuk bagasi, akan kena tambahan biaya lagi),terlunta-lunta di Bandara
Juanda saat pulang, karena belum punya tiket Surabaya-Mataram.
Oh iya, saat di imigrasi Bandara Incheon, satu
kata pun tidak ada yang keluar dari mulut petugas imigrasi bandara tersebut,
sangat berbeda dengan petugas imigrasi di Surabaya. Heran, padahal saya
berasala dari salah satu Negara yang orang bilang “sarang” teroris, namun di
negeri sendiri saya seperti teroris. Satu lagi, ternyata warga Korea Selatan
juga pemegang paspor hijau lho, sama
seperti Indonesia.
Mungkin ada beberapa penyampaian yang kurang
berkenan, ataupun dari bahasa yang tidak sesuai. Hal ini bukan asal-asal, hanya
saja abal-abal, selamat berkoas!